BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di Indonesia masalah ibu dan anak merupakan
sasaran prioritas pembangunan bidang kesehatan. Angka kematian ibu merupakan
salah satu indikasi yang menentukan derajat kesehatan suatu bangsa, oleh sebab
itu hal ini merupakan prioritas dalam upaya peningkatan setatus kesehatan
masyarakat yang utama di negara kita.
Upaya kesehatan reproduksi salah satunya
menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu hamil dan bersalin. Adapun penyebab
langsung dari kematian ibu di indonesia adalah trias klasik yaitu perdarahan, infeksi,
toksemia gravidarum.
Salah satu penyebab perdarahan saat kehamilan dalah mola hidatidosa merupakan
penyakit wanita pada masa reproduksi(usia 15-45 tahun) dan pada multipara. Jadi
dengan meningkatnya paritas kemungkinan menderita mola hidatidosa dan lebih
besar. Dan mola hidatidosa adalah satu penyakit trofoblas yang jinak( manuaba
1998:424). Mola hidatidosa adalah trofoblas gestasional (PTG) Yang meliputi
berbagai penyakit yang berasal dari plasenta yakni mola hidatidosa parsil dan
komple, koreokarsinoma, mola invasif dan placntal site trophoblastic tumors.
Pada
ahli ginekologi dan onokologi sependapat untuk mempertimbangkan kondisi ini
sebagai kemungkinan terjadinya keganasan
dengan molahidatidosa berprognosis jinak. Dan koriokarsinoma yang ganas
sedangkan mola hidatosa invasif sebagai borderline keganasan. Insidensi mola
hidatidosa di laporkan moore dkk(2005) pada bagian barat Amerika serikat.
Terjadi suatu kejadian kehamilan mola dari 1000-1500 kehamilan. Mola hidatidosa
ditemukan kurang lebih 1 dari 600 kasus abortus medisinalis. Di Asia insidensi
mola 15 kali lebih tinggi daripada di Amerika Serikat, dengan Jepang yang
melaporkan bahwa terjadi 2 kejadian kehamilan mola dari 1000 kehamilan. Di
negara-negara Timur Jauh beberapa sumber memperkirakan insidensi mola lebih
tinggi lagi yakni 1:120 kehamilan.
Penanganan mola hidatidosa tidak terbatas pada evakuasi kehamilan mola saja, tetapi juga membutuhkan penanganan lebih lanjut berupa monitoring untuk memastikan prognosis penyakit tersebut.
Penanganan mola hidatidosa tidak terbatas pada evakuasi kehamilan mola saja, tetapi juga membutuhkan penanganan lebih lanjut berupa monitoring untuk memastikan prognosis penyakit tersebut.
B.
Tujuan
1.
Mengetahui epidemologi Mola Hidatidosa.
2.
Mengetahui perbedaan antara Mola Hidatidosa sempurna dan Mola Hidatidosa
parsial.
3.
Mengetahui etiologi dan gejala klinis Mola Hidatidosa.
4.
Mengetahui pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakan diagnosis.
5.
Mengetahui penatalaksanaan mola hidatidosa.
6.
Mengetahui komplikasi dan prognosa dari mola hidatidosa.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Mola hidatidosa adalah merupakan
kehamilan yang dihubungkan dengan edema vesikular dari vili khorialis plasenta
dan biasanya tidak disertai fetus yang intak. Secara histologis terdapat
proliferasi trofoblast dengan berbagai tingkatan hiperplasia dan displasia.
Vili khorialis terisi cairan, membengkak, dan hanya terdapat sedikit pembuluh
darah. 1,2.
Mola hidatidosa terbagi atas 2
kategori. Yakni komplet mola hidatidosa dan parsial mola hidatidosa. Mola
hidatidosa komplet tidak berisi jaringan fetus. 90 % biasanya terdiri dari
kariotipe 46,XX dan 10% 46,XY. Semua kromosom berasal dari paternal. Ovum yang
tidak bernukleus mengalami fertilisasi oleh sperma haploid yang kemudian
berduplikasi sendiri, atau satu telur dibuahi oleh 2 sperma. Pada mola yang
komplet, vili khoriales memiliki ciri seperti buah anGgur, dan terdapat
tropoblastik hiperplasia.
Pada mola hidatidosa parsial terdapat jaringan fetus. Eritrosit fetus dan pembuluh darah di vili khorialis sering didapatkan. Vili khorialis terdiri dari berbagai ukuran dan bentuk dengan stroma tropoblastik yang menonjol dan berkelok-kelok.
Pada mola hidatidosa parsial terdapat jaringan fetus. Eritrosit fetus dan pembuluh darah di vili khorialis sering didapatkan. Vili khorialis terdiri dari berbagai ukuran dan bentuk dengan stroma tropoblastik yang menonjol dan berkelok-kelok.
B.
Etiologi
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui,
faktor – faktor yang dapat menyebabkan antara lain(1,2,3,4,5,6,7) :
1.
Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi
terlambat dikeluarkan.
2.
Imunoselektif dari Tropoblast
3.
keadaan sosioekonomi yang rendah
4.
paritas tinggi
5.
kekurangan protein
6.
infeksi virus dan factor kromosom yang belum jelas.
C.
Tanda dan
gejala
Mola hidatidosa sering didapatkan pada
wanita usia reproduktif. Wanita pada remaja awal atau usia perimenopausal amat
sangat beresiko. Wanita yang berusia lebih dari 35 tahun memiliki resiko 2 kali
lipat. Wanita usia lebih dari 40 tahun memiliki resiko 7 kali dibanding wanita
yang lebih muda. Paritas tidak mempengaruhi faktor resiko ini.
D.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang
seperti laboratorium USG dan histologis. Pada mola hidatidosa yang komplet terdapat tanda dan
gejala klasik yakni:
1.
Perdarahan
vaginal.
Gejala klasik yang paling sering pada
mola komplet adalah perdarahan vaginal. Jaringan mola terpisah dari desidua,
menyebabkan perdarahan. Uterus membesar (distensi) oleh karena jumlah darah
yang banyak, dan cairan gelap bisa mengalir melalui vagina. Gejala ini terdapat
dalam 97% kasus.
2.
Hiperemesis.
Penderita juga mengeluhkan mual dan
muntah yang berat. Hal ini merupakan akibat dari peningkatan secara tajam
hormon β-HCG.
3.
Hipertiroid.
Setidaknya 7% penderita memiliki
gejala seperti takikardi, tremor dan kulit yang hangat.
Kebanyakan mola sudah dapat dideteksi
lebih awal pada trimester awal sebelum terjadi onset gejala klasik tersebut,
akibat terdapatnya alat penunjang USG yang beresolusi tinggi. Gejala mola
parsial tidak sama seperti komplet mola. Penderita biasanya hanya mengeluhkan
gejala seperti terjadinya abortus inkomplet atau missed abortion, seperti
adanya perdarahan vaginal dan tidak adanya denyut jantung janin.
Dari pemeriksaan fisik pada kehamilan
mola komplet didapatkan umur kehamilan yang tidak sesuai dengan besarnya uterus
(tinggi fundus uteri). Pembesaran uterus yang tidak konsisten ini disebabkan
oleh pertumbuhan trofoblastik yang eksesif dan tertahannya darah dalam uterus. Didapatkan pula adanya gejala
preeklamsia yang terjadi pada 27% kasus dengan karakteristik hipertensi ( TD
> 140/90 mmHg), protenuria (>300 mg.dl), dan edema dengan hiperefleksia.
Kejadian kejang jarang didapatkan. Kista theca lutein, yakni kista ovarii yang
diameternya berukuran > 6 cm yang diikuti oleh pembesaran ovarium. Kista ini
tidak selalu dapat teraba pada pemeriksaan bimanual melainkan hanya dapat
diidentifikasi dengan USG. Kista ini berkembang sebagai respon terhadap
tingginya kadar beta HCG dan akan langsung regresi bila mola telah dievakuasi.
Pemeriksaan laboratorium yang
dilakukan antara lain kadar beta HCG yang normal. Bila didapatkan > 100.000
mIU/mL merupakan indikasi dari pertumbuhan trofoblastik yang banyak sekali dan
kecurigaan terhadap kehamilan mola harus disingkirkan. Anemia merupakan
komplikasi yang sering terjadi disertai dengan kecenderungan terjadinya
koagulopati.sehingga pemeriksaan darah lengkap dan tes koagulasi dilakukan.
Dilakukan juga pemeriksaan tes fungsi hati, BUN dan kreatinin serta thyroxin
dan serum inhibin A dan activin A.
Pemeriksaan ultrasonografi merupakan
pemeriksaan standar untuk mengidentifikasi kehamilan mola. Dari gambaran USG
tampak gambaran badai salju (snowstorm) yang mengindikasikan vili khoriales
yang hidropik. Dengan resolusi yang tinggi didapatkan massa intra uterin yang
kompleks dengan banyak kista yang kecil-kecil. Bila telah ditegakkan diagnosis
mola hidatidosa, maka pemeriksaan rontgen pulmo harus dilakukan karena paru –
paru merupakan tempat metastasis pertama bagi PTG.
Pemeriksaan histologis memperlihatkan
pada mola komplet tidak terdapat jaringan fetus, terdapat proliferasi
trofoblastik, vili yang hidropik, serta kromosom 46,XX atau 46,XY. Sebagai
tambahan pada mola komplet memperlihatkan peningkatan faktor pertumbuhan,
termasuk c-myc, epidermal growth factor, dan c-erb B-2, dibandingkan pada
plasenta yang normal. Pada mola parsial terdapat jaringan fetus beserta amnion
dan eritrosit fetus.
E.
Penatalaksanaan
Secara medis pasien distabilkan
dahulu, dilakukan transfusi bila terjadi anemia, koreksi koagulopati dan
hipertensi diobati. Evakuasi uterus dilakukan dengan dilatasi dan kuretase
penting dilakukan. Induksi dengan oksitosin dan prostaglandin tidak disarankan
karena resiko peningkatan perdarahan dan sekuele malignansi.
Pada saat dilatasi infus oksitosin
harus segera dipasang dan dilanjutkan pasca evakuasi untuk mengurangi
kecenderungan perdarahan. Pemberian uterotonika seperti metergin atau hemabate
juga dapat diberikan. Respiratori distres harus selalu diwaspadai pada saat
evakuasi. Hal ini terjadi karena embolisasi dari trofoblastik, anemia yang
menyebabkan CHF, dan iatrogenik overload. Distres harus segera ditangani dengan
ventilator.
Setelah dilakukan evakuasi, dianjurkan
uterus beristirahat 4 – 6 minggu dan penderita disarankan untuk tidak hamil
selama 12 bulan. Diperlukan kontrasepsi yang adekuat selama periode ini. Pasien
dianjurkan untuk memakai kontrasepsi oral, sistemik atau barier selama waktu
monitoring.
Pemberian pil kontrasepsi berguna
dalam 2 hal yaitu mencegah kehamilan dan menekan pembentukan LH oleh hipofisis
yang dapat mempengaruhi pemeriksaan kadar HCG. Pemasangan alat kontrasepsi
dalam rahim (AKDR) tidak dianjurkan sampai dengan kadar HCG tidak terdeteksi
karena terdapat resiko perforasi rahim jika masih terdapat mola invasif.
Penggunaan pil kontrasepsi kombinasi dan terapi sulih hormon dianjurkan setelah
kadar hCG kembali normal.
Tindak lanjut setelah evakuasi mola adalah
pemeriksaan HCG yang dilakukan secara berkala sampai didapatkan kadar HCG
normal selama 6 bulan. Kadar HCG diperiksa pasca 48 jam evakuasi mola, kemudian
di monitor setiap minggu sampai dengan terdeteksi dalam 3 minggu
berturut-turut. Kemudian diikuti dengan monitoring tiap bulan sampai dengan
tdak terdeteksi dalam 6 bulan berturut – turut. Waktu rata-rata yang dibutuhkan
sampai dengan kadar HCG tidak terdeteksi setelah evakuasi kehamilan komplit
maupun parsial adalah 9 – 11 minggu. Tinjauan kepustakaan lain menyebutkan
waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kadar normal sekitar 6-9 bulan. Setelah
monitoring selesai maka pasien dapat periksa HCG tanpa terikat oleh waktu.
BAB III
TINJAUAN KASUS
Tanggal
Pengkajian : 21-03-2012
Tempat
Pengkajian :
Pukul : 10.00 WIB
Pengkaji : Awang Suryani
I.
DATA
SUBJEKTIF
a. Identitas
Nama : Ny. S
Umur : 24 tahun
Suku
Bangsa : jawa
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : IRT
Alamat : Sukaraja
Nama
Suami : Tn. M
Umur : 28
Suku Bangsa : jawa
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Sukaraja
b. Keluhan Utama
Ibu
mengatakan keluar perdarahan dari
kemaluan, nyeri perut pada bagian bawah.
c. Riwayat Menstruasi
Ibu
mengatakan pertama kali haidi pada usia 12 tahun dengan konsistensi cair,
banyaknya ± 2 x ganti pembalut / hari, siklus haid ±28 hari, lamanya rata-rata
6-7 hari. tidak ada keluhan yang menyertai selama haid. HPHT 22 September 2011,
dan tapsiran persalinannya adalah
Tanggal 29 Juni 2012.
d. Riwayat Perkawinan
Ibu
mengatakan ini merupakan pernikahan yang pertama bagi ibu maupun suaminya, usia
ibu pada saat menikah 23 tahun dan suami berusia 27 tahun lamanya menikah ± 1
tahun.
e. Riwayat Kehamilan Sekarang
Ibu
mengatakan ini anak yang pertama dan belum pernah ke guguran. Usia kehamilannya
6 bulan. Ibu mengatakan pertama kali merasakan gerakan janin pada usia
kehamilan 4 bulan dan sampai sekarang ibu masih merasakan gerakannya. Ibu
mengatakan setiap bulan selalu
memeriksakan kehamilannya ke bidan, dan sudah mendapat imunisasi TT 2x pada usia kehamilan 4 bulan dan 5 bulan. Ibu
tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan warung dan jamu-jamuan selama kehamilan
ini kecuali yang di berikan oleh bidan dan dokter. Selama kehamilan ibu belum
pernah merasakan tanda-tanda bahaya dalam kehamilan, namun saat ini ibu
mengatakan sering keluar darah dari kemaluan dan sakit pada bagian bawah
perut. Ibu juga mengatakan sering keluar
perdarahan sehabis melakukan hubungan suami istri.
f. Riwayat kesehatan yang di derita sekarang dan dulu
Ibu
mengatakan tidak sedang dan tidak pernah menderita penyakit keturunan, semua
keluarganya juga tidak ada yang mempunyai penyakit, baik pnyakit berat ataupun
penyakit keturunan. Dalam keluarga juga tidak ada riwayat keturunan kembar.
g. Riwayat
ginekologi
Ibu
mengatakan tidak pernah dan tidak sedang menderita penyakit yang berat ataupun
keturunan apalagi penyakit yang berhubungan dengan alat kandungan, serta tidak
pernah mengalami perkosaan. Ibu mengatakan tidak ada riwayat penyakit keturunan
dalam keluarga.
h. Ibu mengatakan belum pernah menjadi akseptor
KB. Namun setelah kehamilan ini ibu
berencana akan menggunakan alat kontrasepsi akan tetapi ibu belum mengetahui KB
apa yang akan dia gunakan.
i. Riwayat Sosial Ekonomi
Ibu
mengatakan suami dan keluarga besarnya merasa senang dan mendukung kehamilan
ini.ibu mengatakan dalam keluarganya yang dominan mengambil keputusan adalah
suami. Ibu juga tidak pernah merokok, minum alkohol maupun obat-obatan
terlarang, namun ada anggota keluarga yang merokok yaitu suaminya. Ibu
berencana akan melahirkan di tolong oleh bidan.
j. Pola kebiasaan Sehari-hari
Ibu
mengatakan selalu makan teratur, nafsu
makan baik, menu makannya sederhana, terdiri dari nasi, sayur
kadang-kadang,tahu/tempe,sambel,tidak pernah minum susu, sehari makan 2-3 kali.
Minum ± 8 gelas sehari.
k. Pola
eliminasi
Ibu
mengatakan BAB 1x sehari dengan konsistensi lembek, dan BAK lancar setiap hari ± 4-5 kali.
l. Pola istirahat
Ibu
mengatakan tidak pernah tidur di siang hari, sedangkan pada malam hari ibu
tidur ± 7 jam, ibu mengatakan sering kurang nyenyak tidur karena perut nyeri dan mengeluarkan darah.
m. Pola aktivitas
Aktifitas
yang biasa di lakukan ibu adalah melakukan pekerjaan ibu rumah tangga seperti
menyapu,mengepel, mencuci pakaian, dan mencuci piring.
n. Pola hubungan seksual
Ibu
mengatan sudah tidak melakukan hubungan seksual sejak keluar perdarahan, akan
tetapi sebelum adanya perdarahan ibu biasanya berhubungan suami istri ± 2-3
kali/mingggu
II. DATA
OBJEKTIF
a. Keadaan umum : Baik
kesadaran : Compos mentis
keadaan emosional : stabil
b. Tanda - Tanda Vital
TD : 11O/70
N :
80x/menit
S : 36ºC
RR :
20x/menit
c. Pemeriksaan fisik
Kepala dan Muka
Rambut bersih dan
tidak rontok, muka tidak pucat,tidak ada
oedema
d. Mata
Seklera
putih,konjungtiva pucat, ikterus tidak ada.
e. Telinga
Telinga bersih,
tidak ada sekret, tidak ada gangguan pendengaran
f. Leher
Tidak ada pembengkakan pada vena jugularis,tida ada
pembesaran pada kelenjat tyroid.
g. Dada
Bentuk dada
simetris
h. Abdomen
Ada pembesaran
pada satu sisi, dan ada rasa sakit pada saat palpasi pada bagian adneksa.
i. Genetalia
Vulva dan Vagina
tidak ada kelainan, Kebersihannya cukup baik, ada sekret yang keluar (fluor
albus) tidak ada kondiloma.
Porsio : Utuh, porsio dalam keadaan baik,
tidak ada nyeri pada porsio
j. Anus :
Tidak ada hemorrhoid
k. Ektemitas atas : tidak adaa oedem
Ektermitas bawah : tidak ada oedem dan parises
l. Pemeriksaaan dalam
Tidak di dapatkan
kelainan pada portio
Laboratorium HB : 11,3 g%
Trombosit : 265/l
Leukosit : 10,3x103 /L
III. ANALISA
Ny. S G1 P0
A0 Hamil 24 minggu dengan molahidatidosa
IV. PENATALAKSANAAN
1.
Memberitahu ibu dan keluarga hasil pemeriksaan
2.
Menstabilkan kondisi pasien
3.
Lakukan pemeriksaan USG untuk mengetahui keadaan
mola
4.
Melakukan transpusi darah jika pasien anemi
5.
Pemberian uterotonika seperti metergin atau
hemabate pada pasien
6.
Lakukan rujukan untuk penanganan pasien segera
7.
Lakukan pengangkatan molahidatidosa dan pengosongan
jaringan mola
8.
Antisipasi komplikasi (krisis tiroid, perdarahan
hebat atau perforasi uterus)
9.
Lakukan pengamatan lanjut hingga minimal 1 tahun.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Mola Hydatidosa merupakan neoplasma
jinak dari sel trofoblas yang terjadi kegagalan dalam pembentukan placenta atau
fotus yang menyerupai buah anggur karena terlambat untuk diangkat. Mola
hidatidosa dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu mola hidatidosa komplet dan parsial
berdasarkan sitogenik dan morfologi histologi. Perbedaan ini akan memberikan konsekuensi
perbedaan pada gejala dan tanda klinis serta manajemennya.
Komplikasi mola hydatidosa yaitu :
1.
Perdarahan
yang hebat setelah syok
2.
Perdarahan
berulang – ulang
3.
Anemi
4.
Infeksi
sekunder
B.
Saran
Mola Hidatidosa adalah salah satu penyakit trofoblas gestasional (PTG. Penyakit trofoblast
gestasional meliputi berbagai penyakit yang berasal dari plasenta yakni molahidatidosa parsial dan komplet, koriokarsinoma, mola invasif dan placental sitetrophoblastic tumors. Para ahli ginekologi dan onkologi sependapat untuk mempertimbangkan kondisi ini sebagai kemungkinan terjadinya
keganasan, dengan molahidatidosa berprognosis jinak, dan koriokarsinoma yang
ganas, sedangkan mola hidatidosainvasif sebagai borderline keganasan.Mola
hidatidosa merupakan bentuk jinak dari penyakit trofoblas gestasional
(Gestational trophoblastic tumor) yang bila dibiarkan
tanpa diobati akan berlanjut menjadi bentuk intermediate
yang bersifat fatal. Bentuk intermediate ini disebut dengan berbagai
istilahantara lain malignant mole, gestational trofoblastik tumor, persistent/
malignant trofoblasticdisease yang digolongkan dalam bentuk metastatik dan
nonmetastati.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah.
M.N. dkk. Mola Hidatidosa. PEDOMAN DIAGNOSIS DAN TERAPI LAB/UPF.
KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN.
RSUD
DOKTER SOETOMO SURABAYA. 1994.
Cuninngham.
F.G. dkk. “Mola Hidatidosa” Penyakit Trofoblastik Gestasional Obstetri
Williams. Edisi 21. Vol 2. Penerbit Buku Kedokteran. EGG Jakarta. 2006.
Mansjoer,
A. dkk. Mola Hidatidosa. KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jilid I.
Media
Aesculapius. Jakarta. 2001.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar